Karya Nurul Fatimah Az Zahrah
“Fen, kita enggak bisa lanjutin hubungan ini. Sorry.” ujar Sheril ke dapan Fendi ketika mereka sedang berdua di suatu restoran pinggir pantai. Serasa jantung Fendi berhenti berdetak dan darahnya berhenti mengalir. Dia tidak menyangka, Sheril mengatakan hal tersebut di depannya secara langsung. Fendi terdiam. Dia tak menyangka secepat ini. Padahal usia pacaran mereka tergolong singkat.
“Fendi?” Sheril membuyarkan lamunan-lamunan tak terpercayanya Fendi.
“Sher, kenapa secepat ini?”
“Sekali lagi maaf Fen. Maaf banget. Aku enggak bisa lanjutin semua ini. Kisah kita, lebih baik berakhir sampai disini.” Setelah mengucapkan hal itu, Sheril memegang tangan Fendi, dan mengecupnya kemudian pergi meninggalkan Fendi seorang diri.
Kemarahan dan kesedihan kini menyelimuti hati Fendi. Dia marah karena Sheril meninggalkannya tanpa alasan yang jelas. Dia sedih, karena Sheril, wanita yang amat dia sayang pergi meninggalkannya. Fendi pulang kerumahnya dengan keadaan pucat dan bibir membiru. Ia tidak masih tidak percaya Sheril, memutuskan dirinya. Masih terasa kehangatan kecupan Sheril di tangan Fendi.
Sudah hampir sepekan Fendi putus dengan Sheril. Ia kini tampak lebih pucat dan malas makan. Ia lebih memilih banyak menghabiskan waktu di kelas daripada di tempat lain. Kesehatannya turun drastis dan ia tampak lebih kurus. Dani, sahabat Fendi bingung dengan sikap Fendi akhir-akhir ini.
“Hey sob. Lho sakit yah?”
“Hmm, enggak. Biasa saja.”
“Lah, kok kamu sampai pucat begitu sih? Sebenarnya apa yang terjadi? Cerita dong.”
“Mm, enggak ada apa-apa. Semuanya biasa-biasa saja.” Begitu terus jawaban Fendi.
“Hm, ok kalau kamu enggak mau cerita. Tapi, sob. Sebaiknya lho ke kantin deh sekarang makan. Kamu kayak orang enggak makan seminggu aja.”
“aku memang enggak makan selama seminggu ini.”
“Aduh, Fen. Kamu kenapa sih? Cerita dong! Tentang Sheril lagi? ya ampun. Lupain aja tuh anak. Boro-boro amat lo mau mikirin dia sob! Wanita adalah, ujian dari Allah untuk kita sob. Sabar saja.”
Dari mana Dani tahu? Aduh. Dani, dani. Pikir Fendi. Tapi perkataan Dani ada benarnya juga yah. Setelah lama berpikir, Fendi pun bangkit dari tempat duduknya.
“Yah, gitu dong baru Fendi. Kamu makan aja dulu sob. Ntar ada yang gue omongin. Atau lo gue mau anterin ke kantin? Ntar lo pingsan lagi. hehe :D” kata-kata Dani memang selalu dapat orang ceria.
Ketika dikantin, Dani memesan 2 mangkuk bakso dan 2 gelas teh. Ketika sedang asyik makan, Dani menyodorkan sepucuk surat bertuliskan nama Fendi. UNTUK FEDRIAN PUTRA CAKRAWALA.
“Fen, dibukanya ntar aja abisin dulu makanannya.” Ujar Dani. Fendi pun melanjutkan makannya.
Bel pulang sekolah pun akhirnya berbunyi. Ketika sampai di rumah, Fendi segera mengambil surat tadi. Dibelakangnya tertulis sebuah nama. SHERILA C. AURELINE. Kemudian Fendi membuka isi surat tersebut.
Dear Fendi,
Maaf aku telah mengecewakanmu. Aku minta maaf banget. Aku tahu kamu sedih. Tapi, perhatiin juga kesehatan kamu. Kata Dani, kamu tampak lebih kurus. sebenarnya, ada banyak alasan yang aku ingin kamu tahu mengapa aku memutuskanmu. Pertama, aku ikut ortuku pindah. Oke lah mungkin kita bisa LDR. Tetapi, masalahnya ortuku sekarang tahu, kalau kita melakukan sebuah hubungan berbeda agama. Kamu Islam, aku Kristen. Ortuku tidak menyetujui hal tersebut. Itulah mengapa aku memutuskanmu.
Tapi Fendi, ingat. Cinta tak mengenal itu semua. Bila Tuhan telah menakdirkan kita untuk bersatu selamanya, kita pasti akan bertemu kembali dan melanjutkan hubungan kita. Biarlah waktu yang mengatur semua itu.
Jaga dirimu baik-baik Fendi. Ingat kesehatanmu. Miss you..
Sheril ..
Tanpa sadar Fendi menitikkan air matanya. Kini ia mengerti tentang alasan Sheril. Kecuali alasan mengapa agama menjadi penghambat hubungan mereka. Tapi kini Fendi hanya dapat berharap semoga semuanya menjadi kenyataan dan dia dapat kembali bersama Sheril. Dan Fendi kini menjalani hari-harinya normal seperti biasa walau kehilangan 1 yaitu Sheril. Walaupun Sheril masih akan tetap di hati Fendi. Tetapi biarlah waktu yang mengatur semuanya..
Cerpen Karangan : Nurul Fatimah Az Zahrah
Facebook : Nurul Fatimah Az Zahrah
EmoticonEmoticon